Kamis, 23 Maret 2017

Untuk Bapak dan Ibu: Karena Akulah Harta yang Paling Berharga, Maka Aku Akan Tetap Disini

http://www.hipwee.com/opini/untuk-bapak-dan-ibu-karena-akulah-harta-yang-paling-berharga-maka-aku-akan-tetap-disini/ 


Tak ada satupun anak di dunia ini yang tidak menginginkan kebahagiaan bagi Orang tuanya. Membuat mereka tersenyum, membuat mereka bangga hingga menangis terharu, seakan telah menjadi tujuan hidup seorang anak yang tak perlu diikrarkan di depan banyak orang, namun selalu tertanam kuat dalam hati & pikiran. Hal itulah yang juga ingin ku lakukan pada kalian Bapak dan Ibu, aku ingin menghujani kalian dengan kebahagiaan yang berlimpah.
Dulu aku pernah berangan-angan. Selepas kuliah nanti, aku akan pergi berpetualang. Seperti dalam kutipan Buku ketiga dari Tetralogi Laskar Pelangi Edensor karya Andrea Hirata,

“ Aku ingin mendaki puncak tantangan, menerjang batu granit kesulitan, menggoda mara bahaya, dan memecah misteri dengan sains. Aku ingin menghirup berupa-rupa pengalaman lalu terjun bebas menyelami labirin lika-liku hidup yang ujungnya tak dapat disangka. Aku mendamba kehidupan dengan kemungkinan-kemungkinan yang bereaksi satu sama lain seperti benturan molekul uranium: meletup tak terduga-duga, menyerap, mengikat, mengganda, berkembang, terurai, dan berpencar ke arah yang mengejutkan. Aku ingin ketempat-tempat yang jauh, menjumpai beragam bahasa dan orang-orang asing. Aku ingin berkelana, menemukan arahku dengan bintang gemintang. Aku ingin mengarungi padang dan gurun-gurun, ingin melepuh terbakar matahari, limbung dihantam angin, dan menciut dicengkram dingin. Aku ingin kehidupan yang menggetarkan, penuh dengan penakhlukan. Aku ingin hidup! Ingin merasakan sari pati hidup!"

Ah, sebenarnya tidak selebay itu juga. Aku hanya ingin pergi ke dunia yang baru, jauh, asing, memulai petualangan baru, berkenalan dengan orang-orang baru, dan yang paling penting, mendulang rupiah sebanyak-banyaknya demi kebahagiaan kita sekeluarga.
Membayangkan hal itu, membuatku semakin semangat untuk segera menyelesaikan kuliahku. Ya, aku ingin sering-sering membelikan baju baru untuk kalian, membelikan Ibu perhiasan, mengajak kalian makan enak. Kalian  tidak perlu lagi bekerja terlampau keras untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Biarkan aku yang bekerja jauh ke luar sana, dan mengambil alih tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan finansial keluarga. Jangan anggap aku sombong Pak, Bu, atas cita-citaku waktu itu. Aku hanya ingin membuat kalian bahagia.
Tapi ternyata, waktu itu aku salah. Kondisi ekonomi kita yang di bawah rata-rata, membuatku menilai bahwa uang adalah hal terbaik yang bisa membuat kalian bahagia. Padahal tidak. Uang hanyalah salah satu sumber kebahagiaan. Memiliki uang yang berlimpah  memang bisa membuat kita bahagia. Seharusnya waktu itu aku tahu, bahwa kebahagiaan tidak bisa dibeli dengan uang. Ada hal yang jauh lebih berharga bagi kalian, bahkan bila seluruh komponen yang ada di bumi ini dinilai dengan uang, kemudian kalian diminta menukarkan dengan hal yang kalian anggap jauh lebih berharga itu, aku tahu kalian tidak akan pernah sudi.
Ya, hal yang lebih berharga itu adalah aku. Aku, anak perempuan yang kalian besarkan dengan penuh perjuangan dan cinta kasih. Anak yang selalu membuat kalian rindu ketika semasa kuliah aku pernah tidak pulang ke rumah sampai 5 minggu padahal jarak kita hanya sekitar 70 Km. Anak yang bandel karena sering melakukan penghematan dengan cara-cara ekstrim agar uang sakunya tetap bersisa setiap bulannya. Anak perempuan itu, tidak akan pernah kalian biarkan pergi jauh dari kehidupan kalian.
Jujur aku sempat gundah waktu itu. Ketika kalian benar-benar serius melarangku untuk pergi, aku sempat merasa terkungkung dalam sangkar sepasang bidadari. Aku seperti kehilangan harapan untuk membahagiakan kalian. Lalu apa yang harus aku lakukan? Iya,, aku memang masih bisa bekerja disini. Tapi mungkin aku tidak mendapatkan pekerjaan impianku. Ilmu yang ku pelajari selama empat tahun di bangku perkuliahan seakan sia-sia. Terlebih, aku tidak bisa menghujani kalian dengan rupiah.
Sampai sekian lama aku merenung, & aku menyadari bahwa tak seharusnya aku bersikap demikian. Jika memang aku tulus menginginkan kebahagiaan kalian, aku tidak akan menyiksa kalian dalam kekhawatiran setiap hari. Jika aku menyayangi kalian, maka aku akan senantiasa menentramkan hati kalian. Bukankah ketentraman hati adalah sumber kebahagiaan yang paling hakiki?
Kalian pernah mengatakan padaku kan, bahwa kalian lebih senang jika aku memberikan cangkang siput yang ku temukan di antara pasir pantai, dibandingkan dengan menerima mutiara yang cantik dan berkilau yang aku dapatkan setelah aku menyelam di kedalaman laut tertentu. Meskipun kita sama-sama tahu resikonya, dengan tetap disini, mungkin aku akan jadi orang yang biasa-biasa saja. Mungkin akan sulit bagiku untuk membahagiakan kalian dengan kemewahan seperti apa yang pernah kuimpikan.
Tapi apalah arti menjadi orang hebat,  sementara aku membiarkan orang lain, atau justru kalian yang mengurus diri kalian sendiri. Apalah arti kemewahan, sementara untuk mencium tangan kalian saja aku harus menunggu waktu. Tak apa aku biasa saja di mata mereka, asalkan aku senantiasa mampu menjadi superhero untuk keluargaku tercinta.
Pak, Bu, aku akan tetap disini. Aku akan tetap berada di samping kalian. Aku tidak akan pergi jauh. Aku akan menemani kalian minum teh setiap pagi dan sore hari, menemani kalian menonton TV, saling berbagi cerita tentang kehidupan. Aku akan selalu ada kapanpun kalian membutuhkanku untuk sekedar memijat bahu kalian yang lelah. Aku akan merawat kalian ketika kalian sakit. Yakinlah Pak, Bu, aku akan mendampingi & memastikan dengan mata kepalaku sendiri bahwa kalian selalu bahagia hingga ujung usia.

 

Minggu, 19 Maret 2017

Catatan Indah Untukmu, Pria yang Tak Se-milipun Kuragukan untuk Menjadi Imamku


http://jadiberita.co/72051/5-manfaat-gandengan-tangan-dengan-kekasih.html


Aku mulai menulis ini sesaat setelah aku berpamitan padamu untuk segera tidur. Bukan berarti aku membohongimu. Sejujurnya aku juga ingin segera tidur, tapi,, mata ini masih enggan terpejam. Hati ini masih bergejolak. Terlebih pikiran ini, belum mau berhenti memikirkan tentang kamu, tentang kita, dan tentang kehidupan kita mendatang.



Wahai Kamu,,

Pernahkah terbesit di fikiranmu dahulu, bahwa kita akan berakhir seperti ini? Kita yang pernah dekat, kita yang pernah saling mencinta, kita yang kemudian saling menjauh, kita yang memutuskan untuk sekedar menjadi teman, dan kita yang kini sedang membicarakan soal persiapan pernikahan? Jujur,, aku masih takjub dengan alur yang telah Tuhan pilihkan. Aku masih tak percaya, jika kamu yang akhirnya harus menggenapiku. Kamu yang akhirnya harus memaklumi setiap labilnya sikapku. Kamu yang akhirnya harus menyeka air mataku karena sifat baperku yang sering kelewatan. Kamu juga tidak pernah menyangka kan sayang ?



Wahai Kamu Calon Pendampingku,,

Aku sering tersenyum mengingat-ingat tentang kita dahulu. Dimana kita sering menghabiskan waktu bersama hanya dengan mendengarkan lagu-lagu yang sedang hits, menonton kartun favoritku, atau hanya sekedar mengobrol santai ngalor-ngidul tanpa judul. Kita juga saling mengkhawatirkan, saling mendukung, diam-diam saling merindu, dan sialnya saling takut kehilangan. Hanya saja, saat itu, mungkin pikiran kita masih terlalu bocah untuk yakin bahwa itu cinta.



Lalu apa yang terjadi? Kita pura-pura merasa tidak cocok, sering bertengkar hanya karena hal-hal sepele, dan menjaga gengsi. Bodohnya kita selalu merasa bahwa pasti ada orang di luar sana yang lebih baik untuk kita. Aku menganggap bahwa masih ada pelukan yang jauh lebih mengayomi ketimbang pelukanmu, dan kau juga menganggap bahwa masih ada senyum yang jauh lebih tulus dari yang pernah ku berikan. Lalu kita tenggelam dalam kesibukkan menemukan belahan jiwa sesuai ekspektasi kita masing-masing. Sekuat tenaga mencari dan lupa untuk menjadi. Meskipun demikian kita akhirnya mendapatkan yang sesuai dengan keinginan kita pada masa itu. Konyolnya lagi, kita saling menceritakan kebahagiaan kita dengan pasangan masing-masing. 
 
Sampai pada akhirnya, topeng yang dikenakan oleh mereka yang kita puja-puja itu jatuh. Dan kita sekuat tenaga tetap mempertahankan citra kita masing-masing sebagai pasangan ideal. Tak peduli seberapa sakitnya hati menahan, tak menghiraukan bahwa kita harus menipu diri sendiri. Asalkan aku tetap bisa menggenggam tangannya dan kau tetap membersamainya. 

Tapi sekeras apapun kita berusaha, kita tetap tak bisa melawan takdir Tuhan. Dia-lah yang paling berkuasa di atas segalanya, termasuk atas diri kita. Aku masih ingat betapa terpuruknya aku ketika harus dengan paksa melepaskan cinta yang mati-matian ku pertahankan. Mungkin kau juga pernah demikian dengan wanita yang pernah kau bersamai. Tapi aku bersyukur kau ada di saat-saat sulit itu. Ya, lebih tepatnya kita sama-sama saling menguatkan. Hanya saja, kita masih enggan untuk berhenti mencari.



Dan hari demi haripun berlalu. Bulan demi bulan berganti. Aku tetap saja sendiri. Dan kau, tetap saja enggan memantapkan hati. Kita sama-sama betah menyandang status single. Bukan berarti tidak laku. Tapi karena seperti yang pernah ku katakan tadi, bahwa ekspektasi kita terlalu tinggi tentang pasangan hidup. Atau mungkin, ini memang jalan-Nya. Kita dibiarkan sendiri agar bisa introspeksi diri.



Nyatanya banyak hal yang berubah di pikiranku dalam memandang cinta dan pernikahan. Aku tak lagi sibuk mencari, namun sibuk menjadi. Bahkan aku tak sempat memikirkan cinta. Aku hanya ingin jadi lebih baik untuk diriku, keluarga, dan Tuhan. Nampaknya, kau juga demikian. Kau bahkan lebih rajin beribadah dibandingkan diriku bukan ?



Sampai akhirnya takdir kembali mempertemukan kita. Hanya dalam sebuah pertemuan & obrolan singkat, akhirnya keputusan besar itu terlahir. Ya,, kita akan menikah. Tanpa  kata romantis, tanpa perlu merayu dan tanpa bertele-tele, kau tiba-tiba mengatakan, “aku akan menikah denganmu.”

Seandainya kau tahu perasaanku saat itu. Seandainya kau melihat lebih lama ke dalam mataku. Kau akan menjumpai banyak kembang api layaknya pesta tahun baru. Atau semacam pesta lampion yang sering dibilang banyak orang  romantis itu.



Sayang,, aku sungguh bahagia. Di titik itu aku baru menyadari bahwa selama ini aku mencari terlalu jauh. Aku bahkan melupakan  kata kunci dalam sebuah hubungan, yakni “nyaman”. Padahal kenyamanan itu sudah sejak lama aku dapatkan dari dirimu.



 Bersamamu aku tak pernah berusaha menjadi orang lain. Aku adalah aku yang hobi nonton film kartun anak-anak sambil tertawa terbahak-bahak. Aku adalah aku yang mudah baper. Aku adalah aku yang sering keras kepala. Tak pernah aku menutupi sesuatu terhadapmu. Kecuali cintaku. Cinta yang telah lama bersarang di hatiku. Ah bukan, aku tidak menutupi. Bahkan aku tidak paham bahwa itu cinta.



Terlepas dari apapun Sayang,, Aku amat sangat bahagia kembali menemukanmu. Kelak, kita akan punya banyak waktu untuk tenggelam dalam tawa karena film-film kartun yang lucu. Kita akan menikmati bersama minuman favorit kita, capucino sesering yang kita mau. Kita bisa terus saling bercerita tentang hidup.

Jangan khawatir bila saat ini kita masih compang-camping penuh kekurangan. Baik dalam hal materi dan kematangan jiwa. Kita akan belajar bersama, saling mendukung, saling mengisi, saling menguatkan. Mungkin akan ada saja sedikit pertengkaran-pertengkaran kecil di antara kita, tapi itu hanyalah bumbu penyedap agar kisah kita tidak pernah hambar dan membosankan.



Belahan jiwaku,,, Kamu,, yang tak pernah semilipun kuragukan untuk menjadi teman menghabiskan usia senjaku,, semoga Tuhan selalu memberikan ridhonya hingga akhir nanti. Dan kelak, kita akan kembali dipertemukan di Surga-Nya, masih sebagai sepasang kekasih halal. Aamiin,,

Jumat, 10 Maret 2017

Sebuah Perspektif tentang Kegagalan

http://adoraonoturnafeminina.blogspot.co.id/2013/08/ta-muito-dificil-muito.html

Dalam hidup, adalah wajar jika terdapat beberapa keinginan kita yang tidak terpenuhi. Sedih, kecewa, patah hati, pasti pernah datang menghampiri. Lantas apa yang harus kita lakukan? Terpuruk, marah, protes, frustasi, merasa ini tidak adil? Selemah itukah kita?


Wahai Kawan Muda yang sedang remuk hatinya,,


Tak usahlah kau meratapi kegagalanmu. Tak perlu kau sesali kerasnya usahamu. Terlebih jika kau menggerutu pada nasib. Apakah kau lupa tentang janjimu pada dirimu sendiri? Bukankah kau bertekad untuk selalu menjadi pribadi yang lebih baik setiap harinya. Dan kau tentu sangat memahami bahwa untuk menjadi sosok yang lebih baik, kau harus banyak belajar. Namun apakah cukup dengan belajar maka otomatis kau telah menjadi lebih baik? Tentu saja tidak. Harus ada sesuatu yang mampu membuktikan bahwa kamu telah naik level. Harus ada tolok ukur yang dapat menggambarkan bahwa kamu memang sedang berprogres.


Lantas dengan apa? Hanya dengan ujian semua itu bisa dibuktikan. Jika untuk naik kelas saja kamu harus melalui midterm dan ujian akhir semester, apalagi jika ingin menjadi pribadi yang lebih baik? Hal itu tentunya jauh lebih kompleks dibandingkan sekedar naik kelas. Ujian macam apakah yang membuatmu naik  level? Jawabannya seperti apa yang sedang kau alami saat ini. Sebuah ujian tentang hal yang tidak sejalan dengan keinginanmu. Tentang hal yang sudah mati-matian kamu upayakan namun ternyata meleset juga.


Sudahlah, jangan menangis. Ini memang perih. Terlebih jika mengingat seberapa besar peluhmu selama ini. Namun ingatlah, ini adalah ujian. Ini sudah menjadi bagian dari rencana-Nya. Sehelai daun yang jatuh ke tanah pun sudah ditentukan kapan, sebab musabab dan di bagian mana ia akan jatuh. Namun ia tak pernah menyalahkan angin. Pun demikian dirimu. Apakah kau mau menyalahkan orang lain? Apakah kau mau menyalahkan Tuhan?


Sejatinya kau hanya perlu menyadari bahwa ini semua adalah ujian. Berbahagialah, ini adalah ujian. Bukan hukuman. Sebagaimana hakekat ujian, jika engkau berhasil melampauinya maka engkau akan naik  tingkat. Maka PRmu adalah mencari cara untuk lulus. Banyak hal yang bisa kau jadikan senjata untuk menghadapi ujian kegagalan ini. Ingatlah saat kau belajar dari pengalaman orang lain dan quote-quote yang sering membuatmu takjub. Bukankah pada intinya kau hanya membutuhkan kesabaran, keyakinan, keikhlasan, serta introspeksi diri?


Cuma empat poin saja. Namun akupun sepakat bahwa 4 poin tersebut tidak sesimpel kelihatannya. Menjalankan satu poin saja sulitnya minta ampun apalagi semuanya. Walaupun demikian, tidak ada yang memaksamu untuk mengerjakan keempat-empatnya secara bersamaan. Perlahan saja, tak perlu terburu-buru. Waktupun tentu tak keberatan untuk menunggu.


Percayalah, Tuhan tidak pernah mengingkari janji-Nya. Sesudah kesulitan pasti akan ada kemudahan. Badai pasti berlalu. Suatu saat nanti, kau akan sembuh dari segala rasa tidak menyenangkan ini. Dan tahukah kamu, jika kau berhasil melalui ini semua, banyak kejutan menanti di ujung sana. Tentu saja bukan kejutan yang membuatmu terkena serangan jantung, melainkan kejutan yang mampu menenggelamkanmu dalam tangis kebahagiaan. Kau pasti mau bukan?


Maka dari itu marilah bangkit. Angkat wajahmu dan mari berbenah diri. Lapangkan hatimu untuk menerima setiap ketentuan-Nya. Tunjukkan pada Tuhan bahwa kau mampu lulus. Yakinkan Dia bahwa kau layak mendapatkan reward.


Terkadang hal yang tidak kau ingini justeru merupakan hal yang paling baik untukmu. Kita boleh berecana,namun Tuhan adalah sebaik-baik perencana. Tetaplah berprasangka baik pada-Nya. Kelak, kau akan mensyukuri setiap inchi kegagalan yang kini kau alami.


Note:
Tulisan ini pernah diterbitkan di kitamuda.com dengan link  http://www.kitamuda.id/motivasi/2016/10/21/sebuah-perspektif-tentang-kegagalan/


Kamis, 09 Maret 2017

Jangan Latah Jadi Traveller

 
http://jalan2.com/forum/topic/22230-dari-yang-memang-passion-hingga-cuma-latah-ah-traveling-sekarang-memang-lagi-tren/


“Minggu besok kemana nih,,? Kesini sudah, kesana sudah, kesitu juga sudah,,” lalu galau

Jangan bilang kamu belum pernah mendengar temanmu atau orang-orang disekitarmu mengatakan hal itu. Atau malah justeru dirimu sendiri yang acap kali mengatakannya. Tiada hari Minggu yang terlewat tanpa jalan-jalan. “Nge-Trip”, katanya. Lalu, ketika akhirnya terpaksa menghabiskan hari libur di rumah karena orang tua tidak memberikan uang saku, tidak ada teman, atau cuaca buruk, dalam hati akan mendongkol setengah mati. Menghabiskan waktu di rumah benar-benar tidak ada keren-kerennya sama sekali menurutmu.

Keren?
Nah, ini dia yang aneh dari para traveller kekinian. Jadi travelling itu hanya demi terihat keren?  Maka tak heran kalau esensi dari travelling adalah dokumentasi yang berupa foto-foto dan video. Kadang kita kehilangan kesempatan untuk menikmati syahdunya deburan ombak dan lembutnya terpaan angin. Kita sering melewatkan banyak informasi berharga hanya karena satu hal yang mungkin penting tapi entah seberapa kadar pentingnya, yakni dokumentasi. Tidak ada dokumentasi dari ”Nge-Trip” yang dilakukan ibarat sayur yang tanpa garam. Hambar... Setelah itu pasti tahu kan kemana ending dari dokumentasi tersebut? Mereka akan nangkring di facebook, Instagram, twitter, snapchat, atau sekedar menjadi Display Picture WA atau BBM.

Wahai anak muda produktif,,

Tidak ada yang salah dengan postingan-potingan tersebut. Media sosial memang memiliki andil yang besar dalam mempopulerkan suatu obyek wisata. Barangkali postinganmu turut berkontribusi dalam perkembangan pariwisata di suatu daerah. Meskipun kamu tidak dibayar, meskipun kamu tidak terlalu dikenal, meskipun harus berkorban banyak hal demi bisa travelling setiap akhir pekan. Tapi yang sedikit disayangkan disini adalah, apakah harus setiap akhir pekan? Apakah seimbang pengorbananmu demi tarvelling dengan manfaat yang didapatkan?

Ini bukan tulisan nyinyir seorang insan kurang piknik. Ini hanyalah sebuah opini tentang betapa berharganya waktu. Saya yakin tidak semua orang akan menjadi Host acara Trip seperti Nadine Chandrawinata, David JS, atau Marshal Sastra. Tidak semua orang akan menjadi  travel blogger seperti Duo ransel dan A border that Breaks. Mungkin kelak Ada yang akan seperti Wiliam Tanuwijaya, Ipho Santoso, Andrea Hirata, Tere Liye atau Merry Riana. Rasanya tidak mungkin jika dulunya mereka piknik tiap akhir pekan.

Intinya, jangan latah jadi traveller. Kenalilah dirimu. Dunia kini semakin dipenuhi dengan orang-orang hebat, dan kamu harus jadi salah satunya. Jadilah hebat dengan bakatmu. Tanyakan pada dirimu apakah benar bakatmu ada disana. Jika memang bukan, temukan bakatmu. Berbicara soal bakat, tentu ia jauh berbeda dengan mukjizat. Ia tak secara tiba-tiba ada padamu tanpa dicari dan diasah.

Hal tersebut tidak serta merta membuat travelling menjadi buruk bagimu. Bukan demikian. Travellinglah secukupnya. Poles bakatmu sekeras-kerasnya. Semoga tulisan ini bermanfaat. Salam..

Rabu, 08 Maret 2017

Sekilas Tentang Reva's Life Diary

http://www.kamwegawritings.com/dear-diary/



Berawal dari kegalauan  akibat sedang offnya saya dari kegiatan tulis-menulis di beberapa website yang mengakibatkan waktu luang di malam hari bertambah, serta antrean yang super panjang untuk bisa posting artikel di platform-platform besar, akhirnya tercetus ide buat ng-blog. Sebenarnya ide ini bukan spontanitas sih,, Seseorang dengan inisial RZ, pernah memuji coretan-coretan saya di beberapa platform gede kayak hipwee. Katanya, cukup bisa dinikmati. Dia juga bilang kenapa ga bikin web ato blog sendiri? Ide itu awalnya mustahil, setidaknya untuk waktu dekat ini mengingat saya adalah salah satu makhluk yang Gaptek, sama sekali ga paham apapun soal Web dan dunia blogging. Saya cuma bisa ngetik, re-write, copywriting, dan curcol di setiap tulisan-tulisan yang saya buat. Wkwkwk

Tapi karena kebosanan ini terus melanda, dan tangan ini mulai gatal buat nulis, sementara platform-platform tempat biasanya saya curhat cukup lama buat review artikel (maklum, yang ngirim tulisan ribuan orang), akhirnya saya memberanikan diri buat bikin blog. Waktu itu spontan aja kata “diary” dan “reva” berkecamuk di pikiran (Ah, Lebay). Tanpa ba-bi-bu lagi, sudahlah, akhirnya lahirlah Reva's Life Diary. Saya ga ambil pusing sama ejaannya dan sampai sekarang belum cek apakah bahasa inggrisnya benar atau salah. Yang pasti, coretan-coretan disini isinya adalah curahan hati dari seorang wanita bernama Reva. ^^

Pembaca yang Budiman,, (Pe-de amat,, belum tentu juga ada yang baca..😬)
Tenang saja,,, meskipun judulnya diary yang identik dengan curhat, coretan-coretan disini ga akan menye-menye terus kok. Karena saya sudah seperempat abad tinggal di planet yang namanya bumi ini, jadi mungkin sesekalisaya akan bahas isu sosial dan politik dari sudut pandang saya (Aseek,,). Selain itu, nanti juga ada tulisan-tulisan saya yang masih masuk waiting-list dan yang sudah terbit di platform-platform bergengsi di Indonesia (nyombong dikit,, ^^)

Akhir kata, kritik dan saran serta pujian selalu saya tunggu demi bertambahnya ilmu saya. Semoga berkenan,, ^^

Edisi Belajar dari Rumah : Menentukan Volume Bangun Ruang

Tugas Matematika untuk Belajar dari rumah kali ini adalah : Silakan kerjakan LKS halaman 35, Kegiatan Kompetensi 4. Kemudian dif...